Jumat, 09 Desember 2011

Daya Dukung Lingkungan

PENDAHULUAN


Menurut UU.No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain
Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya
Pengertian (Konsep) dan Ruang Lingkup Daya Dukung Lingkungan Menurut UU no 23/ 1997, dayadukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain. Menurut Soemarwoto (2001), daya dukung lingkungan pada hakekatnya adalah daya dukung lingkungan alamiah, yaitu berdasarkan biomas tumbuhan dan hewan yang dapat dikumpulkan dan ditangkap per satuan luas dan waktu di daerah itu. Menurut Khanna (1999), dayadukung lingkungan hidup terbagi menjadi 2 (dua) komponen, yaitu kapasitas penyediaan (supportive capacity) dan kapasitas tampung limbah (assimilative capacity).
Sedangkan menurut Lenzen (2003), kebutuhan hidup manusia dari lingkungan dapat dinyatakan dalam luas area yang dibutuhkan untuk mendukung kehidupan manusia. Luas area untuk mendukungkehidupan manusia ini disebut jejak ekologi (ecological footprint). Lenzen juga menjelaskan bahwa untuk mengetahui tingkat keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan, kebutuhan hidup manusia kemudian dibandingkan dengan luas aktual lahan produktif. Perbandingan antara jejak ekologi dengan luas aktual lahan produktif ini kemudian dihitung sebagai perbandingan antara lahan tersedia dan lahan yang dibutuhkan. Carrying capacity atau daya dukung lingkungan mengandung pengertian kemampuan suatu tempat dalam menunjang kehidupan mahluk hidup secara optimum dalam periode waktu yang panjang. Daya dukung lingkungan dapat pula diartikan kemampuan lingkungan memberikan kehidupan organisme secara sejahtera dan lestari bagi penduduk yang mendiami suatu kawasan.
Definisi Daya Dukung Lingkungan/ Carrying Capacity :
§  Jumlah organisme atau spesies khusus secara maksimum dan seimbang yang dapat didukungoleh suatu lingkungan
§  Jumlah penduduk maksimum yang dapat didukung oleh suatu lingkungan tanpa merusaklingkungan tersebut
§  Jumlah makhluk hidup yang dapat bertahan pada suatu lingkungan dalam periode jangka panjang tampa membahayakan lingkungan tersebut
§  Jumlah populasi maksimum dari organisme khusus yang dapat didukung oleh suatu lingkungantanpa merusak lingkungan tersebut
§  Rata-rata kepadatan suatu populasi atau ukuran populasi dari suatu kelompok manusia dibawah angka yang diperkirakan akan meningkat, dan diatas angka yang diperkirakan untuk menurun disebabkan oleh kekurangan sumber daya. Kapasitas pembawa akan berbeda untuk tiap kelompok manusia dalam sebuah lingkungan tempat tinggal, disebabkan oleh jenis makanan, tempat tinggal, dan kondisi sosial dari masing-masing lingkungan tempat tinggal tersebut

Permasalahan mengenai lingkungan yang kerap ditemui dalam kaitannya dengan bidang penataan ruang antara lain dapat ditemukan dalam contoh kasus sebagai berikut:
1.    Alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi lahan non pertanian seperti industri, permukiman, prasarana umum, dan lain sebagainya. Secara keseluruhan, alih fungsi lahan dari kawasan lindung menjadi kawasan budidaya (pertanian, industri, permukiman, dan sebagainya) mencapai 50.000 ha/ tahun.
2.    Penurunan secara signifikan luas hutan tropis sebagai kawasan resapan air. Pengurangan ini terjadi baik akibat kebakaran maupun akibat penjarahan/ penggundulan. Apabila tidak diambil langkah-langkah tepat maka kerusakan hutan akan menyebabkan run-off yang besar pada kawasan hulu-hilir, meningkatkan resiko pendangkalan dan banjir pada wilayah hilir, mengganggu siklus hidrologis, dan memperluas kelangkaan air bersih dalam jangka panjang.
3.    Meningkatnya satuan wilayah sungai (SWS) yang kritis. Pada tahun 1984, tercatat dari total 89 SWS yang ada di Indonesia, 22 SWS berada dalam kondisi kritis. Kondisi ini terus memburuk dimana pada tahun 1992 jumlah SWS yang kritis meningkat menjadi 39 SWS dan pada tahun 1998 membengkak menjadi 59 SWS.

Kebijakan nasional penataan ruang secara formal ditetapkan bersamaan dengan diundangkannya Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 [UU 26/2007]. Kebijakan tersebut ditujukan untuk mewujudkan kualitas tata ruang nasional yang semakin baik, yang oleh undang-undang dinyatakan dengan kriteria aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Namun, setelah lebih dari 25 tahun diberlakukannya kebijakan tersebut, kualitas tata ruang masih belum memenuhi harapan. Bahkan cenderung sebaliknya, justru yang belakangan ini sedang berlangsung adalah indikasi dengan penurunan kualitas dan dayadukung lingkungan. Pencemaran dan kerusakan lingkungan bahkan makin terlihat secara kasat mata baik di kawasan perkotaan maupun di kawasan perdesaan.
Dengan diberlakukannya kebijakan nasional penataan ruang tersebut, maka tidak ada lagi tata ruang wilayah yang tidak direncanakan. Tata ruang menjadi produk dari rangkaian proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Oleh karena itu, penegasan sanksi atas pelanggaran tata ruang sebagaimana diatur dalam UU 26/ 2007 menuntut proses perencanaan tata ruang harus diselenggarakan dengan baik agar penyimpangan pemanfaatan ruang bukan disebabkan oleh rendahnya kualitas rencana tata ruang wilayah. Guna membantu mengupayakan perbaikan kualitas rencana tata ruang wilayah maka Kajian
 Lingkungan Hidup Strategis [KLHS] atau Strategic Environmental Assessment [SEA] menjadi salah satu pilihan alat bantu melalui perbaikan kerangka pikir [framework of thinking] perencanaan tata ruang wilayah untuk mengatasi persoalan lingkungan hidup.

 

Daya Dukung Lingkungan

Lingkungan secara alami memiliki kemampuan untuk memulihkan keadaannya, Pemulihan keadaan ini merupakan suatu prinsip bahwa sesungguhnya lingkungan itu senantiasa arif menjaga keseimbangannya.
Sepanjang belum ada gangguan “paksa” maka apapun yang terjadi, lingkungan itu sendiri tetap bereaksi secara seimbang” Perlu ditetapkan daya dukung lingkungan untuk mengetahui kemampuan lingkungan menetralisasi parameter pencemar dalam rangka pemulihan kondisi lingkungan seperti semula.
Apabila bahan pencemar berakumulasi terus menerus dalam suatu lingkungan, sehingga lingkungan tidak punya kemampuan alami untuk menetralisasinya yang mengakibatkan perubahan kualitas. Pokok permasalahannya adalah sejauh mana perubahan ini diperkenankan.
Tanaman tertentu menjadi rusak dengan adanya asap dari suatu pabrik, tapi tidak untuk sebahagian tanaman lainnya.

Kesimpulan :

Ketersediaan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan dasar sangat di perlukan, dan tersedianya cukup ruang untuk hidup pada tingkat kestabilan sosial tertentu juga perlu di tingkatkan .
Singkatnya, daya dukung lingkungan ialah kemampuan lingkungan untuk mendukung peri kehidupan semua makhluk hidup.


Dalam bentuk presentasi :

Contoh video :



Referensi :


Kamis, 24 November 2011

Analisis Dampak Lingkungan

PENDAHULUAN

Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) pertama kali dicetuskan berdasarkan atas ketentuan yang tercantum dalam pasal 16 Undang-undang No.4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Berdasarkan amanat pasal 16 tersebut diundangkan pada tanggal 5 Juni 1986 suatu Peraturan Pemerintah No.29 tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).Peraturan pemerintah (PP) No.29/ 1986 tersebut berlaku pada tanggal 5 Juni 1987 yaitu selang satu tahun setelah di tetapkan. Hal tersbut diperlukan karena masih perlu waktu untuk menyusun kriteria dampak terhadap lingkungan sosial mengingat definisi lingkungan yang menganut paham holistik yaitu tidak saja mengenai lingkungan fissik/kimia saja namun meliputi pula lingkungan sosial.
Berdasarkan pengalaman penerapan PP No.29/1986 tersebut dalam deregulasi dan untuk mencapai efisiensi maka PP No.29/1986 diganti dengan PP No.51/1993 yang di undangkan pada tanggal 23 Oktober 1993. Perubahan tersebut mengandung suatu cara untuk mempersingkat lamanya penyusunan AMDAL dengan mengintrodusir penetapan usaha dan/ atau kegiatan yang wajib AMDAL dengan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan demikian tidak diperlukan lagi pembuatan Penyajian Informasi Lingkungan (PIL). Perubahan tersebut mengandung pula keharusan pembuatan ANDAL , RKL, dan RPL di buat sekaligus yang berarti waktu pembuatan dokumen dapat diperpendek. Dalam perubahan tersebut di introdusir pula pembuatan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) bagi kegiatan yang tidak wajib AMDAL. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL) ditetapkan oleh Menteri Sektoral yang berdasarkan format yang di tentukan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup. Demikian pula wewenang menyusun AMDAL disederhanakan dan dihapuskannya dewan kualifikasi dan ujian negara.
Dengan ditetapkannya Undang-undang No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH), maka PP No.51/1993 perlu diganti dengan PP No.27/1999 yang di undangkan pada tanggal 7 Mei 1999, yang efektif berlaku 18 bulan kemudian. Perubahan besar yang terdapat dalam PP No.27 / 19999 adalah di hapuskannya semua Komisi AMDAL Pusat  dan diganti dengan satu Komisi Penilai Pusat yang ada di Bapedal. Didaerah yaitu provinsi mempunyai Komisi Penilai Daerah. Apabila penilaian tersebut tidak layak lingkungan maka instansi yang berwenang boleh menolak permohohan  ijin yang di ajukan oleh pemrakarsa. Suatu hal yang lebih di tekankan dalam PP No.27/1999 adalah keterbukaan informasi dan peran masyarakat.
Implementasi AMDAL sangat perlu di sosialisasikan tidak hanya kepada masyarakat namu perlu juga pada para calon investor agar dapat mengetahui perihal AMDAL di Indonesia. Karena semua tahu bahwa proses pembangunan di gunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi, sosial dan budaya. Dengan implementasi AMDAL yang sesuai dengan aturan yang ada maka di harapkan akan berdampak positip pada recovery ekonomi pada suatu daerah.

Analisis Dampak Lingkungan
Sebuah pembangunan fisik yang dilakukan oleh sektor pemerintah maupun sektor swasta harusnya benar-benar memperhatikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dari pembangunan itu. Tidak bisa dinafikkan bahwa pembangunan terutama dalam sektor industri akan meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan dengan terbukanya lapangan pekerjaan.

Dalam bukunya Wahyu Widowati,dkk. “Efek Toksik Logam Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran”, perkembangan ekonomi menitikberatkan pada pembangunan sektor industri. Disatu sisi, pembangunan akan meningkatkan kualitas hidup manusia dengan meningkatnya pendapatan masyarakat atau daerah. Disisi lain, pembangunan juga bisa berefek buruk terhadap lingkungan akibat pencemaran dari limbah industri yang bisa menurunkan kesehatan masyarakat dan efek yang ditimbulkan dari pembangunan terhadap lingkungan disekitarnya.

Dengan ditingkatkannya sektor industri di Bangka Belitung nantinya diharapkan taraf hidup masyarakat akan dapat ditingkatkan lagi. Akan tetapi, disamping tujuan-tujuan tersebut maka dengan munculnya berbagai industri serta pembangunan berskala besar di Bangka Belitung ini perlu dipikirkan juga efek sampingnya berupa limbah. Limbah tersebut dapat berupa limbah padat (solid wastes), limbah cair (liquid wastes), maupun limbah gas (gaseous wastes). Ketiga jenis limbah ini dapat dikeluarkan sekaligus oleh satu industri ataupun satu persatu sesuai proses yang ada di perusahaannya.

Sugiharto, dalam buku “Dasar-Dasar Pengolahan Limbah” menyebutkan bahwa efek samping dari limbah tersebut antara lain dapat berupa: pertama, membahayakan kesehatan manusia karena dapat membawa suatu penyakit (sebagai vehicle), kedua, merugikan segi ekonomi karena dapat menimbulkan kerusakan pada benda/bangunan maupun tanam-tanaman dan peternakan, lalu dapat merusak atau membunuh kehidupan yang ada di dalam air seperti ikan, dan binatang peliharaan lainnya. Selanjutnya efek sampingnya adalah dapat merusak keindahan (estetika), karena bau busuk dan pemandangan yang tidak sedap dipandang.

Selama ini bahaya limbah yang dihasilkan oleh sebuah industri dan pembangunan tidak kita sadari. Bangka Belitung contohnya, pembangunan dan industri yang dilakukan sama sekali tidak layak dalam hal amdalnya. Banyak bangunan dan industri di Bangka Belitung ini yang tidak tahu kemana limbah industri itu dibuang. Sebenarnya, jika berbicara limbah maka bukan saja hanya dihasilkan oleh industri namun juga ada limbah rumah tangga tapi mungkin bahaya yang ditimbulkan tidak seriskan limbah industri.

Sadarkah kita bahwa ternyata, kerusakan lingkungan tidak hanya disebabkan oleh pertambangan semata tetapi pencemaran limbah juga akan berdampak pada kerusakan lingkungan bahkan akan membawa efek buruk bagi kehidupan manusia. Ketidaktahuan kita akan informasi bahaya limbah itu menjadikan penyadaran itu tidak muncul. Sebenarnya, tanpa disadari bahwa efek negatif yang kita rasakan dalam kehidupan kita seperti tercemarnya air bersih dan timbulnya beberapa penyakit seperti gatal-gatal, alergi dan iritasi itu disebabkan oleh pencemaran limbah yang tidak kita sadari.

Berdasarkan pertimbangan diatas, perlu kiranya diperhatikan efek samping yang akan ditimbulkan oleh adanya suatu industri atau pembangunan sebelum mulai beroperasi. Oleh karena itu, perlu dipikirkan juga apakah industri dan pembangunan tersebut menghasilkan limbah yang berbahaya atau tidak dan perlu juga dipertanyakan tempat pembuangan limbah yang dihasilkan dari perusahaan tersebut.

Sehingga segera dapat ditetapkan perlu tidaknya disediakan bangunan pengolahan air limbah serta teknik yang dipergunakan dalam pengolahan. Air limbah suatu industri baru diperbolehkan dibuang kebadan-badan air apabila telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Selama ini hal tersebut tidak pernah dilakukan bahkan bukan menjadi perhatian yang penting. Padahal sebenarnya sebuah industri dan pembangunan terutama sekali yang dipertanyakan adalah tempat pembuangan limbahnya.

Apabila peraturan yang ada ditaati oleh semua pihak, maka kecemasan dan kekhawatiran pastinya akan terbendung. Kenyataannya, sampai detik ini ada beberapa kasus pembangunan yang dilakukan di Bangka Belitung terkait permasalahan amdalnya tidak jelas. Ini merupakan sebuah bukti betapa tidak ada kepedulian yang muncul karena dinilai belum menimbulkan efek dan dampak yang berarti bagi kehidupan masyarakat.

Sangat disayangkan bahwa tipikal masyarakat Bangka Belitung tidak jauh dari tipikal masyarakat Indonesia pada umumnya. Kesadaran baru akan muncul ketika adanya sebuah permasalahan. Artinya, tidak akan ada aksi sebelum ada reaksi. Tidak ada tindakan sebelum merasakan akibatnya. Kesadaran masyarakat akan bahaya limbah mungkin memang belum terlihat. Inilah yang menjadi penyebab acuhnya masyarakat, selain belum ada efek yang terlihat secara signifikan juga ditambah dengan keterbatasan masyarakat akan informasi tentang bahaya yang ditimbulkan oleh pencemaran akibat limbah.

Satu hal yang ditunggu oleh masyarakat Bangka Belitung, adanya upaya untuk membuat tempat pengolahan limbah secara signifikan. Inovasi dan kreasi itu sebenarnya sudah lebih dulu dilakukan oleh beberapa daerah di Indonesia. Namun belum terlihat di Bangka Belitung. Diharapnya limbah yang tadinya merupakan buangan dari sebuah industri atau pembangunan akan menghasilkan nilai positif yang bisa digunakan untuk kepentingan masyarakat. Ada banyak cara yang bisa ditiru dan diadopsi untuk menangani persoalan limbah.

Lakukan sebuah upaya untuk mencegah kekhawatiran dan kecemasan itu sebelum semuanya menjadi terlambat. Jangan menunggu timbulnya permasalahan dulu baru melakukan sebuah tindakan atau aksi. Namun mulailah melakukan pencegahan itu lebih awal sebelum bahaya itu datang. Semoga dapat dipahami.


Kesimpulan :

Setiap kegiatan manusia di alam ini, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Kegiatan manusia yang meningkat dan juga jumlah penduduk yang terus bertambah juga akan memanfaatkan penggunaan sumber daya alam sebagai sumber energi dan hara yang dapat mengganggu sistem energi dan sistem hara dalam lingkungan.

Lingkungan juga mempunyai potensi untuk menyembuhkan kembali sistemnya apabila gangguan tersebut tidak melebihi daya dukung lingkungan, sedangkan bila terlampaui maka mulai terjadi masalah lingkungan karena kualitasnya akan menurun bahkan sampai rusak dan tidak dapat diperbaiki kembali atau lingkungan telah tercemar.

Lingkungan yang tercemar akan mengurangi kemanfaatannya bagi kehidupan makhluk, terutama manusia. Untuk itu sumber pencemaran harus dikenali dan kemudian dikendalikan.

Salah satu upaya dalam pengelolaan lingkungan adalah mengatur beban pencemaran dari sumbernya baik sumber pencemaran udara, air maupun limbah padat sehingga informasi tentang besarnya beban pencemaran darisetiap sumber amat berguna dalam upaya pengelolaan lingkungan tersebut.

Dalam bentuk presentasi :

Contoh video :



Referensi :



Kecelakaan di Pertambangan

Pendahuluan
Kecelakaan pertambangan Copiapó 2010 terjadi pada 5 Agustus 2010, ketika tambangtembaga-emas San José dekat CopiapóChili runtuh, menjebak 33 pria di bawah tanah. Para penambang bertahan di bawah tanah selama 69 hari. Seluruh 33 penambang diselamatkan dan dibawa ke permukaan pada 13 Oktober 2010, dengan penambang pertama keluar dari kapsul penyelamat Phoenix (Fénix 2) pukul 00.10 CLDT dan penambang terakhir keluar pada pukul 21.55 CLDT.
Tambang San José Mine terletak sekitar 45 kilometer (28 mil) di utara Copiapó, Chili utara. Para penambang terjebak di kedalaman 700 m (2,300 kaki) dan berjarak 5 kilometer (3 mil) dari pintu masuk tambang, mengikuti putaran dan belokan menuju pintu masuk tambang. Tambang ini memiliki sejarah ketidakstabilan tanah yang pernah mengakibatkan kecelakaan sebelumnya, termasuk satu korban tewas.
Upaya penyelamatan penambang pertama, Florencio Ávalos, dilakukan pada Selasa, 12 Oktober 2010 pukul 23.55 CLDT, dengan kapsul penyelamat Fénix 2 mencapai permukaan 16 menit kemudian. Pukul 21.55 CLDT tanggal 13 Oktober 2010, kesemua 33 penambang berhasil diselamatkan, hampir semuanya dalam kondisi yang baik dan dapat pulih sepenuhnya. Dua penambang menderita silikosis (salah satunya juga menderita pneumonia), dan lainnya menderita infeksi gigi dan masalah pada kornea. Dua dari penambang yang diselamatkan langsung dioperasi dengan anestesi umum karena abses akar gigi yang parah.
Chili memiliki sejarah panjang pertambangan yang berkembang selama abad ke-20 dan menjadikan negara ini sebagai produsen tembaga terbanyak di dunia. Sejak 2000, sekitar 34 orang tewas setiap tahun akibat kecelakaan tambang di Chili, dengan jumlah tertinggi 43 orang pada 2008 menurut tinjauan data yang dikumpulkan oleh badan berwenang negara Servicio Nacional de Geología y Minería de Chile (SERNAGEOMIN).
Tambang ini dimiliki oleh Compañía Minera San Esteban (Perusahaan Tambang San Esteban), yang memiliki catatan keselamatan buruk dan telah mengalami serangkaian malapraktik yang berujung pada tewasnya beberapa pekerja dalam beberapa tahun terakhir. Antara 2004 dan 2010, perusahaan ini menerima 42 denda karena menyalahi aturan keselamatan. Tambang ini ditutup tahun 2007 setelah kerabat dari seorang penambang yang tewas dalam kecelakaan menggugat pimpinan perusahaan, namun tambang ini dibuka kembali pada 2008 meski gagal memenuhi semua persyaratan. Masalah ini masih diselidiki menurut komite pertambangan, Senator Baldo Prokurica. Karena keterbatasan dana, hanya ditugaskan tiga inspektur untuk 884 tambang di Region Atacama.
Pekerja tambang tembaga Chili termasuk di antara penambang dengan gaji tertinggi di Amerika Selatan. Meskipun kecelakaan ini mempertanyakan keselamatan tambang di Chili, kecelakaan serius di tambang besar jarang terjadi, khususnya di tambang milik perusahaan pertambangan tembaga negara, Codelco, atau perusahaan multinasional. Tetapi, tambang kecil—sepertu San José—memiliki standar keselamatan yang umumnya rendah. Pekerja di tambang ini dibayar 20% lebih tinggi daripada tambang-tambang Chili lainnya karena catatan keselamatan yang buruk.
Informasi awal
Keruntunhan dilaporkan terjadi tanggal 5 Agustus 2010 pukul 14.00 CLT seperti yang dilaporkan pihak pemilik, pertambangan Empresa Minera San Esteban, Departemen Buruh dan Kesejahteraan Masyarakat, Wakil Menteri Pertambangan Chili dan direktur SERNAGEOMIN (Badan Pertambangan dan Geologi Nasional). Oficina Nacional de Emergencias del Ministerio del Interior (ONEMI – Pusat Darurat Nasional Kementerian Dalam Negeri) melaporkan pada hari itu bahwa 33 penambang terjebak di dalam tambang, termasuk Franklin Lobos Ramírez, seorang pensiunan sepak bola Chili. Salah seorang penambang berkebangsaan Bolivia sementara sisanya dari Chili. Menteri Pertambangan Chili Laurence Golborne sedang berada di Ekuador ketika bencana terjadi dan tiba di tempat kejadian pada 7 Agustus.
Ketika keruntuhan terjadi ada dua kelompok penambang. Awan debu terbentuk ketika tambang runtuh sehingga membutakan beberapa penambang selama enam jam dan mengakibatkan iritasi mata dan mata merah. Kelompok penambang pertama berada di dekat atau di pintu masuk tambang dan berhasil keluar dengan selamat. Kelompok utama yang terdiri dari 33 penambang berada jauh di dalam tambang yang meliputi pekerja lokal dan karyawan subkontrak dari sebuah perusahaan berbeda yang secara normal seharusnya tidak bersama mereka.
Kelompok penambang yang terjebak mencoba keluar melalui sistem lorong ventilasi, tetapi tangga yang disyaratkan oleh aturan keselamatan tambang hilang dan lorong ini tidak berguna selama gerakan geologi tertentu. Perusahaan ini sebelumnya telah diberikan perintah oleh pihak pengawas untuk memasang tangga sebagai persyaratan memulai kembali operasi, setelah kecelakaan sebelumnya yang memaksa pihak berwenang menutup tambang penuh kecelakaan ini.
Pengawas penambang yang terjebak, Luis Urzúa, mengenali situasi yang terjadi dan kesulitan dalam upaya penyelamatan apapun, jika mungkin dilakukan, ia mengumpulkan para pekerja ke dalam sebuah ruangan aman bernama "pengungsian" dan mengatur para pekerja dan sumber daya yang menipis agar bisa selamat dalam jangka panjang. Penambang berpengalaman dikirim ke luar untuk mempelajari situasi, pria dengan kemampuan penting diberi peran penting, dan aturan-aturan lain diberlakukan untuk menjamin keselamatan penambang selama terjebak dalam waktu yang lama.

Kecelakaan Di Pertambangan


A.DESKRIPSI DAN PENGOLONGAN:
KECELAKAAN
Pengertian Kecelakaan
Dikenal beberapa kriteria kecelakaan, yaitu:
Insiden
adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan yang dapat menurunkan efisiensi dari kegiatan produksi, seperti :
• Bench yang longsor tetapi tidak menimbulkan korban maupun kerusakan alat;
• Lubang yang ambruk tanpa menimbulkan korban kerusakan alat;
• Pohon tumbang menghalangi jalan transportasi.

Kecelakaan (Eksiden)
adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan yang mengakibatkan luka fisik seseorang atau kerusakan peralatan.

Kecelakaan
adalah suatu kejadian yang tiba-tiba, tidak direncanakan, tidak dihendaki, dan tidak dikendali yang mengakibatkan luka fisik seseorang, ataupun kerusakan peralatan serta terganggunya kegiatan.

KECELAKAAN KERJA
Adalah Kecelakaan yang terjadi pada pekerja/karyawan suatu perusahaan karena adanya hubungan kerja. Kriteria kecelakaan kerja harus memenuhi persyaratan :
a. Kecelakaan benar terjadi;
b. Kecelakaan menimpa pekerja/karyawan;
c. Kecelakaan terjadi karena adanya hubungan kerja;
d. Kecelakaan terjadi pada jam kerja.

KECELAKAAN TAMBANG
Untuk jelasnya hubungan ke empat kriteria kecelakaan adalah sebagai berikut (lihat Gambar 1.)
• Kecelakaan tambang merupakan bagian dari kecelakaan kerja;
• Kecelakaan kerja merupakan bagian dari kecelakaan;
• Kecelakaan merupakan bagian dari insiden.

Kecelakaan tambang adalah kecelakaan yang terjadi pada pekerja/karyawan pada pekerjaan pertambangan

. Kreteria kecelakaan tambang harus memenuhi persyaratan :
a. Kecelakaan benar terjadi;
b. Kecelakaan menimpa pekerja/karyawan tambang;
c. Kecelakaan terjadi akibat kegiatan pertambangan;
d. Kecelakaan terjadi di dalam wilayah kerja pertambangan (Kuasa Pertambangan)
e. Kecelakaan terjadi pada jam kerja.

KLASIFIKASI CEDERA
• Cedera akibat kecelakaan dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga), yaitu : cedera ringan, cedera berat dan mati.
• Ketentuan klasifikasi cedera akibat kecelakaan antara kecelakaan tambang dengan kecelakaan kerja berbeda

KLASIFIKASI CEDERA AKIBAT KECELAKAAN TAMBANG
Cedera ringan :
Apabila akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang tidak mampu melakukan tugas semula lebih dari 1 (satu) hari dan kurang dari 3 (tiga) minggu, termasuk hari minggu dan hari libur

Cedera berat :
1. Apabila akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang tidak mampu melakukan tugas semula lebih dari (tiga) minggu termasuk hari minggu dan libur
2. Apabila akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang cacat tetap (invalid) yang tidak mampu menjalankan tugas semula
3. Apabila akibat kecelakaan tambang tidak tergantung dari lamanya pekerja tambang tidak mempumelakukan tugas semula karena mengalami cedera, seperti;
• Keretakan tengkorak kepala, tulang punggung, pinggul, lengan bawah, lengan atas, paha atau kaki.
• Pendarahan di dalam atau pingsan disebabkan kakurangan oksigen;
• Luka berat atau luka robek/terkoyak yang dapat mengakibatkan ketidakmampuannya tidak pernah terjadi.

Mati :
Apabila kecelakaan tambang yang mengakibatkan pekerja tambang mati dalam waktu 24 jam terhitung dari waktu terjadinya kecelakaan tersebut.

KLASIFIKASI CEDERA AKIBAT KECELAKAAN KERJA
Cedera ringan :
Apabila si korban tidak cacat dan dapat bekerja kembali sampai dengan 3 (tiga) minggu setelah terjadinya kecelakaan.

Cedera Berat :
Apabila si korban cacat dan tidak dapat bekerja kembali lebih dari 3 (tiga) minggu setelah terjadinya kecelakaan.

Mati :
Apabila si korban meninggal dunia akibat dari kecelakaan tersebut.

TINGKAT KECELAKAAN
Untuk dapat membedakan kecelakaan suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya, maka harus diperhitungkan :
• Jumlah jam kerja;
• Jumlah man shift;
• Jumlah hari kerja yang hilang akibat kecelakaan kerja tersebut.

AKIBAT KECELAKAAN
Sebagaimana kita ketahui bahwa kecelakaan mengakibatkan kerugian baik si korban, keluarga si korban maupun perusahaan, antara lain :
• Kerugian dan penderitaan si korban
• Kerugian dan penderitaan keluarga si korban
• Kerugian tenaga kerja
• Kerugian waktu kerja yang hilang
• Kerugian kerusakan peralatan
• Kerugian karena kesediaan peralatan berkurang
• Kerugian ongkos perbaikan peralatan dari ongkos pengobatan korban
• Kerugian material
• Kerugian karena kerusakan lingkungan kerja
• Kerugian terhambatnya produksi
• Kerugian biaya/ongkos

Sehingga kecelakaan mengakibatkan kerugian produksi dan kerugian biaya/ meningkatkan biaya, jadi kecelakaan menyebabkan pemborosan. Dan apabila sering terjadi kecelakaan mengakibatkan proses produksi berjalan dengan tidak aman dan tidak efisien.

SUMBER PENYEBAB KECELAKAAN
Pada setiap kegiatan kerja di tempat kerja kita masing-masing terdapat 4 (empat) elemen yang saling berinteraksi, yaitu : manusia, peralatan, material dan lingkungan, dimana keempat elemen tersebut bisa merupakan sumber penyebab kecelakaan.
1. Manusia : termasuk pekerja, pengawas dan pimpinan;
2. Peralatan : termasuk peralatan permesinan, alat-alat berat, juga merupakan penyebab kecelakaan;
3. Material : bisa mengakibatkan kecelakaan seperti material yang beracun, panas, berat, tajam, dan sebagainya;
4. Lingkungan : juga bisa menyebabkan kecelakaan seperti kekeringan, panas, berdebu, becek, licin, gelap, dan sebagainya.

Kesimpulan :

Usaha pertambangan adalah suatu usaha yang penuh dengan bahaya. Kecelakaan-kecelakaan yang sering terjadi, terutama pada tambang-tambang yang lokasinya jauh dari tanah. Kecelakaan baik itu jatuh, tertimpa benda-benda, ledakan-ledakan maupun akibat pencemaran atau keracunan oleh bahan tambang. Oleh karena itu tindakan – tindakan penyelamatan sangatlah diperlukan.

Dalam bentuk presentasi :

Contoh video :



Referensi :

Kesadaran Lingkungan

Pendahuluan

Perlindungan lingkungan adalah salah satu dari permasalahan mendesak yang dihadapi umat manusia hingga saat ini. Semua ilmuwan, ahli ekonomi, ahli filsafat, peneliti (melalui surat kabar, televisi, radio, dan lain-lain) menunjukkan tanda-tanda serius dampak zat beracun yang kurang baik atas lingkungan hidup manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan. Ironisnya perilaku demikian belum menumbuhkan kesadaran bagi manusia untuk memahami pentingnya menjaga kelestarian lingkungan secara utuh. Resiko yang mengancam lingkungan merupakan pelajaran yang lengkap dan berharga bagi kehidupan manusia, sebagai upaya untuk mencegah atau meminimalkan polusi, pada skala lokal maupun nasional.
Permasalahan lingkungan hidup merupakan permasalahan komplek, yang dalam penanggulangannya diperlukan keseriusan dan partisipasi dari seluruh unsur-unsur yang terkait di dalamnya. Mencermati kondisi demikian diperlukan adanya suatu pola pengaturan peranan yang tepat dan proporsional antara unsur-unsur pelaku kebijakan lingkungan hidup, yakni antara unsur pemerintah, pengusaha, tokoh agama, dan masyarakat. Selain daripada itu peran serta para ilmuwan dalam menyelesaikan persoalan-persoalan riil dalam masalah lingkungan.

Penanaman Kesadaran Lingkungan

Kesepakatan tentang definisi geografi hasil seminar dan Lokakarya yang diselenggarakan oleh IKIP Semarang tahun 1989, mendorong untuk melirik lingkungan dan memberikan kewajiban moral untuk mempedulikannya (Lembaran Ilmu Pengetahuan, 1989). Dalam pelaksanaan, kesadaran terhadap lingkungan tidak begitu saja tumbuh dalam masyarakat, melainkan harus ditanamkan melalui beberapa cara yang  salah satu di antaranya adalah melalui pembelajaran geografi.
Bertolak dari definisi geografi,  pemahaman lingkungan harus dimulai dari objek geografi yaitu landschaft yang artinya  “daerah yang mempunyai individualitas tersendiri berbeda dengan daerah-daerah lain, dengan bagian-bagian yang berhubungan akan berbeda pula baik dalam arti fisis maupun sosial” (Bintarto,1987). Dengan demikian, suatu daerah yang telah diubah oleh manusia  akan mempunyai pengaruh terhadap wilayah lain, suatu lingkungan yang mengalami gangguan akan berpengaruh terhadap lingkungan lain yang berhubungan. Karena itu, baik atau buruknya perlakuan terhadap lingkungan dipengaruhi sikap manusia terhadap lingkungannya.
Sikap peduli terhadap lingkungan ditanamkam melalui proses belajar. Penanaman sikap ini dilakukan dengan berulang-ulang dengan konteks yang berbeda agar tidak terjadi suatu pengulangan materi dan disertai dengan bukti hasil perlakuan manusia terhadap lingkungannya, sehingga siswa  sebagai penerima materi geografi akan merasa memiliki kewajiban untuk memelihara lingkungan agar tidak berakibat buruk terhadap manusia lain. Sikap demikian seperti yang dikemukanan oleh Allport (dalam Sears, 1988) ialah “keadaan mental dan syaraf dari kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya”. Sikap peduli terhadap lingkungan akan muncul apabila ada motivasi. Motivasi akan muncul dengan hadirnya minat dan perhatian terhadap adanya bukti-bukti yang jelas dari perlakuan manusia terhadap lingkungan, setelah siswa melihat, mendengar, mengamati bukti tersebut, baik dalam bentuk gambar, klipping maupun pengalaman pengajaran di luar kelas.
Pembelajaran geografi yang berisi penanaman sikap terhadap lingkungan dapat diintegrasikan ke dalam pokok-pokok bahasan yang berkaitan dengan  kependudukan, sumber daya alam, iklim, geomorgologis dan pokok bahasan lain yang berhubungan dengan aktivitas manusia dengan lingkungan. Guru sebagai pendidik dituntut kreatif dalam mengolah materi pelajaran dengan memasukkan unsur-unsur lingkungan ke dalamnya, sedangkan untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya keseimbangan lingkungan pada siswa dapat dilakukan melalui pengajaran geografi di luar kelas, dengan membawa siswa ke tempat-tempat yang berhubungan dengan hasil perlakuan buruk manusia terhadap lingkungan. Jika hal ini tidak dapat dilakukan, maka guru dapat memberikan tugas-tugas pada siswa untuk membuat  kliping yang berhubungan dengan pencemaran lingkungan, pemanfaatan sumber daya yang berlebihan, bencana alam yang diakibatkan oleh kerusakan lingkungan. Untuk mengetahui hasil penanaman sikap, dapat dilakukan test yang paling sederhana, seperti essay dan siswa menjawab secara ideal dalam menghadapi kerusakan lingkungan dan pengukuran skala sikap.
Penanaman sikap juga banyak dipengaruhi oleh guru dan lingkungan sekolah sebagai tempat utama kegiatan belajar mengajar. Perilaku guru akan dilihat oleh siswa yang kemungkinan akan dijadikan contoh dalam menghadapi masalah lingkungan. Oleh karena itu, guru harus hati-hati dalam bertindak dan mengajar, seperti membuang sampah sembarangan, cara berpakaian dan lain-lain. Keadaan kelas yang bersih sebelum guru mengajar akan memberikan semangat  untuk belajar, karena kelas merupakan contoh yang paling awal dalam menanamkan kesadaran akan kepedulian lingkungan. Dengan demikian, motivasi kesadaran terhadap lingkungan akan muncul dari keadaan lingkungan sendiri, karena motivasi merupakan segi dinamis untuk mencapai tujuan, yaitu peduli terhadap lingkungan, maka guru mutlak untuk mengembangkan motivasi terhadap lingkungan dari masing-masing siswanya
Pengajaran geografi yang diberikan di kelas berdasarkan GBPP tidak akan cukup untuk membentuk kesadaran terhadap lingkungan apabila tidak disertai dengan kesediaan dan kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan geografi. Oleh karenanya, tugas guru geografi tidak saja menyampaikan aspek kognitif dari materi pelajaran, namun juga aspek afektif, sehingga dapat membentuk sikap peduli terhadap lingkungan. Usaha ini merupakan jalan membentuk individu yang bertanggungjawab atas keseimbangan lingkungan, yang dimulai dari lingkungan yang terdekat.
Pembelajaran geografi di setiap jenjang pendidikan dapat mengenalkan  dan memberi pemahaman bahwa geografi bukanlah mata pelajaran yang semata-mata ilmu pengetahuan berdasarkan buku dan kegiatan motorik belaka, tetapi  dapat membangkitkan motivasi untuk peduli terhadap lingkungan pada setiap orang yang mempelajarinya. Menanamkan sikap peduli terhadap lingkungan bukanlah hal yang mudah, tetapi dengan melibatkan siswa sebagai bagian dari lingkungan dan berperan dalam ekosistem, diharapkan tumbuh kesadaran terhadap lingkungan, sehingga ia dapat menyadari setiap perbuatannya terhadap lingkungan sebagai pemelihara lingkungan. 

Kesimpulan :
Kesadaran lingkungan yang telah tertanam pada  mereka yang telah mempelajari geografi di setiap jenjang pendidikan, diharapkan dapat meminimalkan kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh banjir, atau bencana alam lainnya tidak perlu terjadi, dan sumber daya alam yang ada dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran masyarakat bangsa dan negara, apabila orang telah sadar untuk menjaga lingkungannya.
            Untuk memelihara dan menjaga lingkungan, banyak faktor yang perlu disertakan, di antaranya adalah pembelajaran geografi dengan pendekatan kelingkungannya di dalam kelas. Namun,  pelajaran geografi saja tidak cukup.

Dalam bentuk presentasi :

Contoh video :



Referensi :



www.youtube.com

MUTU LINGKUNGAN HIDUP

Pendahuluan

Pengertian tentang mutu lingkungan sangatlah penting, karena merupakan dasar dan pedoman untuk mencapai tujuan pengelolaan lingkungan. Berbicara mengenai lingkungan pada dasarnya adalah berbicara mengenai mutu lingkungan. Namun dalam hal itu apa yang dimaksud dengan mutu lingkungan tidaklah jelas, karena tidak diuraikan secara jelas, mutu lingkungan hanyalah dikaitkan dengan masalah lingkungan, misalnya pencemaran, erosi, dan banjir. Dengan kata lain mutu lingkungan itu diuraikan secara nrgatif, yaitu apa yang tidak kita kehendaki, seperti air tercemar. Agar kita dapat mengelola lingkungan dengan baik, kita tidak saja perlu mengetahui apa yang tidak kita keehendaki. Dengan demikian kita dapat mengetahui kearah mana lingkungan utu ingin kita kembagnkan untuk mendapatkan mutu yang kita inginkan.
Tidak mudah untuk menentukan apa yang dimaksud dengan mutu lingkungan, oleh karena persepsi orang terhadap mutu lingkungan berbeda-beda. Dengan singkat dapatlah dikatakan mutu lim=ngkungan yang baik membuat orang kerasan hidup dilingkungan tersebut. Perasaan itu disebebkan karena orang mendapatkan rizki yang cukup, iklim dan faktor alamiah lainnya yang sesuai dan masyarakat yang cocok pula. Misalnya, seorang yang karena pekerjaannya harus pindah ketempat lain, setelah pensiun ia ingin kembali lagi ke temoat yang kerasan itu. Kerasan mukanlah karena suatu atu dua faktor saja yang terpenuhi dalam suatu lingkungan, melainkan adanya integrasi faktor-faktor secara optimum. Karena itu pengelolaan lingkungan untuk mendapatkan perasaan kerasan, bukanlah suatu maksimisasi satu atau dua faktor, misalnya maksimisasi rezeki, melainkan suatu optimisasi banyak faktor yang saling berkaitan secara terintegrasi. Yang penting bukanlah masing-masing faktor seara tersendiri, melainkan totalitas kindisi. Totalitas kondisi itu adalah lebih dari jumlah masing-masing faktor. Oleh karenanya sebagi suatu kesatuan.
Pengelolaan lingkungan untuk mendapatkan kondisi optimum didasarkan pada pertimbangan untung rugi. Orang bersedia untuk mengurangi atau mengorbankan suatu keuntungan untuk mendapatkan keuntungan lain atau mengurangi suatu kerugian. Dengan demikian pada hakekatnyan orang menganalisis manfaat dan resiiko lingkungan agar kebutuhan hidupnya dapat terpenuni secara optimum.

MUTU LINGKUNGAN HIDUP

Pengertian tentang mutu lingkungan sangatlah penting, karena merupakan dasar dan pedoman untuk mencapai tujuan pengelolaan lingkungan. Berbicara mengenai lingkungan pada dasarnya berbicara mengenai mutu lingkungan. Naun dalam hal itu apa yang dimaksud dengan mutu lingkungan tidaklah jelas, karena tidak diuraikan secara eksplisit. Mutu lingkungan hanyalah dikaitkan dengan masalah lingkungan, misalnya pencemaran, erosi dan banjir. Dengan kata lain mutu lingkungan diuraikan secara negatif, yaitu apa yang tidak kita kehendaki, seperti air tercemar. Agar kita dapat mengelola lingkungan dengan baik, kita tidak saja mengetahui apa yang tidak kita kehendaki, melainkan apa yang kita kehendaki. Dengan demikian kita dapat mengetahui ke arah mana lingkungan itu ingin kita kembangkan untuk mendapatkan mutu yang kita kehendaki.
Tidak mudah untuk menentukan apa yang dimaksud dengan mutu lingkungan, oleh karena persepsi orang terhadap mutu lingkungan berbeda – beda. Dengan singkat dapatlah dikatakan mutu lingkungan yang baik membuat orang kerasan hidup dalam lingkungan tersebut. Perasaan itu dikarenakan orang mendapatkan rezeki yang cukup, iklim dan faktor alamiah lain yang sesuai dan masyarakat cocok. Misalnya, seorang karena pekerjaannya harus pindah ke tempat lain, setelah pensiun ia ingin kembali ke tempat semula. Kerasan bukanlah satu atau dua faktor yang terpenuhi dalam satu lingkungan, melainkan adanya integrasi faktor-faktor optimum. Oleh karena itu pengelolaan lingkungan untuk mendapatkan perasaan kerasan, bukanlah suatu maksimalisasi satu atau dua faktor, misalnya maksimisasi rezeki, namun suatu optimisasi banyak faktor yang saling berkaitan secara integrasi. Yang penting bukanlah masing – masing faktor secara sendiri, melainkan totalitas kondisi. Totalitas kondisi itu adalah lebih dari jumlah masing – masing faktor. Oleh karena itu pengelolaan sumber lingkungan bersifat holistik, yaitu memandang keseluruhannya sebagai suatu kesatuan.

RESIKO LINGKUNGAN YANG TIDAK SEHAT 

Penularan Penyakit Melalui Air

Air adalah mutlak bagi kehidupan. Tetapi jika kualitas air tidak di perhatikan, maka air dapat menjadi sumber penyebab penyakit. Air dapat mengandung zat – zat kimia yang berbahaya untuk kehidupan, bila terdapat pencemaran dengan berbagai sumber alam maupun sumber kehidupan manusia.
Banyak penyakit menular yang bersumber pada air. Penyakit virus dapat bersumber pada air, seperti radang mata yang sering di dapat setelah berenang di kolam yang kurang terpelihara. Air selain dapat menularkan penyakit secara langsung, dapat juga menjadi tempat perindukan berbagai macam penyakit. Berbagai serangga memerlukan air untuk berkembang biak seperti nyamuk yang dapat menularkan berbagai macam penyakit.
Tumbuhan air juga dapat menjadi habitat dari faktor penyakit. Keong air yang dapat memerlikan schistosomiasis dari tumbuh – tumbuhan air itu. Tikus dan binatang lainnya yang hidup di sekitar air juga dapat menjadi sumber penyakit manusia, seperti penyakit leptopirosis.



Penularan Penyakit Melalui udara

Penyakit dapat ditularkan dengan menghirup penyebab penyakit dalam pernafasan. Penyakit influensa dan tuberkulosis adalah contoh – contoh yang terinfeksi melalui udara. Pencemaran udara dengan berbagai bahan kimia dapat menyebabkan kerusakan langsung pada paru – paru. Selain itu dapat menyebabkan iritasi pada paru – paru sehingga mudah terserangoleh penyakit infeksi sekunder seperti TBC. Selain itu bahan – bahan kimia ini banyak di duga sebagai penyebab kanker paru – paru misalnya exhaust fume kendaraan bermotor.

Penularan Penyakit Melalui Tanah

Air tanah banyak mengandung penyakit, terutama jika tercemar oleh kotoran manusia dan hewan, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Penyakit tetanus dapat terjadi jika luka kena tanah, jika tanah tercemar oleh kotoran hewan atau manusia, yang mengandung penyebabnya yakni clostridiumtetani. Di dalam tanah juga banyak di temukan bentuk – bentuk infeksi berbagai parasit. Cacing – cacing perut penyebarannya melalui tanah, telurnya di keluarkan dengan tinja. Jika sampai di tanah, telur – telur itu akan tumbuh menjadi bentuk infektif yang sudah siap untuk tumbuh di dalam badan manusia. Cara penularan dapat terjadi jika telur-telur yang masak ini tertelan oleh makanan yang tercemar oleh tanah yang mengandung telur tadi atau memakai tangan yang kotor.
Kesimpulan :
Berdasarkan analisis tersebut diatas mutu lingkunan dapatlah diartikan sebgagai kondisi lingkungan dalam hubungannya dengan mutu hidup. Makit tinggi derajat mutu hidup dalam suatu lingkungan tertentu, makin tinggi pula derajat mutu lingkungan tersebut dan sebaliknya.


Dalam bentuk presentasi :

Contoh video :

  
Referensi :
www.youtube.com